BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Di era globalisasi saat ini dan di tengah-tengah
persaingan yang begitu ketat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap kesehatan, maka sebagai perawat yang profesional dituntut mampu
memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat ( Wahit Iqbal
Mubarak dkk, 2006).
Perawat profesional tidak hanya dilihat dari kemampuan
menjaga dan merawat klien saja tetapi bagaimana dia mampu memberikan pelayanan
secara menyeluruh baik dari aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual
dengan penuh semangat dalam memberikan pelayanan yang diiringi dengan senyuman
yang ikhlas dan tulus ( Wahit, 2005 dalam Wahit, 2006).
Tenaga perawat merupakan sumber daya manusia terbesar
dalam keperawatan di rumah sakit dan puskesmas oleh karenanya diharapkan mampu
menjalankan peran dan fungsinya sebagaimana harapan profesi perawat yaitu
menjadi perawat yang profesional ( Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006).
Proses
keperawatan merupakan metode ilmiah yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan
klien pada semua tatanan pelayanan kesehatan. Khususnya di Indonesia, proses
keperawatan merupakan pendekatan yang disepakati untuk meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan. Namun pada kenyataannya banyak perawat merasa terbebani
dalam melaksanakan dan mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan menggunakan
proses keperawatan (Budi Anna Keliat, 2006).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, penulis ingin
membahas lebih dalam di makalah ini mengenai keperawatan jiwa, gerontik,
keluarga dan komunitas.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun
beberapa masalah pokok yang menjadi pusat pembahasan
bagi penulis adalah sebagai
berikut:
1.
Apa pengertian dari
keperwatan jiwa dan kesehatan jiwa?
2.
Bagaimana sejarah
perkembangan kesehatan jiwa?
3.
Apa peran dan fungsi
perawat jiwa dan perawat kesehatan jiwa?
4.
Apa itu keperawatan
gerontik?
5.
Apa peran dan fungsi
keperawatan gerontik?
6. Apa
peran keluarga dan perawat keluarga?
7.
Bagaimana konsep dasar
asuhan keperawatan keluarga?
8.
Bagaimana tanggung
jawab perawat dalam asuhan keperawatan keluarga?
9.
Apa itu komunitas dan
keperawatan komunitas?
10. Apa
tujuan, sasaran dan strategi intervensi keperawatan komunitas?
11. Bagaimana
sejarah perkembangan keperawatan komunitas?
12. Bagaimana
tren dan issue dalam keperawatan jiwa, gerontik,
keluarga dan komunitas?
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
menegtahui konsep dasar keperawatan jiwa, gerontik, keluarga dan komunitas.
2. Untuk
mengetahui peran dan fungsi dari keperawatan jiwa, gerontik, keluarga dan
komunitas.
3. Untuk
menjelaskan sejarah keperawatan jiwa, gerontik, keluarga, dan komunitas.
4. Untuk
mengetahui tren dan issue dalam keperawatan jiwa, gerontik, keluarga dan
komunitas.
1.4 Manfaat
Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
5. Dapat
menegtahui konsep dasar keperawatan jiwa, gerontik, keluarga dan komunitas.
6. Dapat
mengetahui peran dan fungsi dari keperawatan jiwa, gerontik, keluarga dan
komunitas.
7. Dapat
mengetahui sejarah keperawatan jiwa, gerontik, keluarga, dan komunitas.
8. Dapat
mengetahui tren dan issue dalam keperawatan jiwa, gerontik, keluarga dan
komunitas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keperawatan Jiwa
2.1.1 Konsep Kesehatan Jiwa dan Keperawatan Jiwa
Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan
bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain
sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap sendiri dan orang
lain(Sukma Nolo Widyawati, 2012).
Kesehatan
jiwa meliputi :
·
Bagaiman perasaan anda
terhadap diri sendiri
·
Bagaiman perasaan anda
terhadap orang lain
·
Bagaimana kemmapuan
anda mengatasi persoalan hidup anda sehai-hari
Adapun
rentang sehat jiwa itu adalah sebagai berikut :
·
Dinamis bukan titik
statis
·
Rentang di mulai dari
sehat optimal sampai mati
·
Ada tahap-tahap
·
Adanya variasi tiap
individu
·
Menggambarkan kemampuan
adaptasi
·
Berfungsi secara
efektif : sehat
a. Menurut
American Nurses Associetion(ANA)
Keperawatan
jiwa adalah area khusus dalam praktik keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah
laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara teraupetik dalam
meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan
mental masyarakat dimana klien berada(American Nurses Associations)
b. Menurut
WHO
Kesehatan
jiwa tidak hanya suatu keadaan tidak gagguan jiwa, melainkan mengandung
berbagai karakteristik yang adalah perawatan langsung, komunikasi dan
managemen, bersifat positif yang menggambarkan keselarasan dang keseimbangan
kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadian yang bersangkutan.
c. Menurut
UU KESEHATAN JIWA NO. 03 TAHUN 1966
Kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual emosional secara optimal dari seseorang dan
perkembangan ini selaras dengan orang lain.
d.
Suliswati dkk
(2005)
Keperawatan Jiwa adalah pelayanan
keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan
jiwapada manusiasepanjang siklus kehidupan, dengan respons psiko-sosial yang
disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan
terapi keperawatan jiwa melalui pendekatan proses keperawatan untuk
meningkatkan , mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa
klien.
2.1.2 Prinsip Keperawatan
Jiwa
Prinsip
keperawatan jiwa terdiri dari empat komponen yaitu sebagai berikut:
a. Manusia
-
Berfungsi
sebagai makhluk holistik yaitu bertindak, berinteraksiengan lingkungan secara
keseluruhan.
-
Mempunyai kebutuhan
dasar yang sama dan penting
-
Mempunyai harga diri,
martabat dan HAK untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
-
Bertujuan untuk tumbuh,
sehat, mandiri, dan tercapai aktualisasi diri
-
Berkemampuan untuk
berubah dan berkeinginan untuk mengejar tujuan personal
-
Prilaku individu
bermakna yang meliputi presepsi, pikiran, perasaan dan tindakan.
b. Lingkungan
-
Manusiadipengaruhi oleh
lingkungan dari dalam diri dan lingkungan luar yaitu keluarga, kelompok,
komunitas.
-
Dalam berhubungan
dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan strategi coping yang efektif
agar dapat beradaptasi
c. Kesehatan
-
Suatu kebutuhan dasar
manusia yang menunjukkan kualitas hidup manusia
-
Setiap manusia
mempunyai HAK untuk memperoleh kesehatan yang sama melelui perawatan yang
adekuat.
d. Keperawatan
-
Memandang manusia
secara holistik dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik.
-
Metodologi: menggunakan
diri sendiri secara terapeutik dan interaksinya interpersonal dengan menyadari
diri sendiri, lingkungan dan interaksinya dengan lingkungan.
-
Memberikan asuhan
keperawatan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat
dengan klien dan masyarakat untuk mencapai tngkat kesehatan yang optimal(
Carpenito, 1989 dikutip oleh Keliat, 1991
dalam Sukma, 2012).
-
Bertujuan untuk
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien
sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi optimal.
-
Manfaat proses
keperawatan
Bagi perawat:
a. Peningkatan
otonomi, percaya diri dalam memberikan asuhan keperawatan.
b. Tersedi
pola pikir/kerja yang logis, ilmiah, sistematis dan terorganisasi
c. Pendokumentasian
dalam proses keperawatan memperlihatkan bahwa parawat bertanggungjawab dan
bertanggung gugat.
d. Peningkatan
kepuasan kerja
e. Sarana/wahana
dimensi IPTEK keperawatan
f. Pengembangan
karier, melalui pola pikir penelitian.
Bagi
klien:
a. Asuhan
yang diterima bermutu dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
b. Partisipasi
meningkat dalam menuju perawatan mandiri(independen care)
c. Terhindar
dari mal praktik.
2.1.3 Peran dan Fungsi
Perawat Jiwa
Peran dan fungsi perawat jiwa adalah
sebagai berikut :
a. Meningkatkan
dan mempertahankan prilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi.
b. Menerapkan
teori prikalu manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri yang bermanfaat
sebagai kiatnya.
2.1.4 Prinsip Keperawatan
Kesehatan Jiwa
Prinsip-prinsip keperawatan kesehatan
jiwa diantaranya :
a. Peran
dan fungsi keperawatan jiwa yang kompeten
b. Hubungan
yang terapeutik antara perawat dengan
klien
c. Konsep
model keperawatan jiwa
d. Model
stress dan adaptasi dalam keperawatan jiwa
e. Keadaan-keadaan
biologis dalan keperawatan jiwa
f. Keadaan-keadaan psikologis dalam keperawatan jiwa
g. Keadaan-keadaan
sosial budaya dalam keperawatan jiwa
h. Keadaan-keadaan
lingkungan dalam keperawatan jiwa
i.
Keadaan-keadaan legal
etika dalam keperawatan jiwa
j.
Penatalaksanaan proses
keperawatan: dengan standar-standar perawatan
k. Aktualisasi
peran keperawatan jiwa: melelui penampilan standar-standar profesional.
2.1.5
Peran Perawat
Kesehatan Jiwa
1. Pengkajian
mempertimbangkan budaya
2. Merancang
dan mengimplementasian
rencana tindakan
3. Berperan
serta dalam pengelolaan kasus
4. Meningkatkan
dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit mental- penyuluhan dan
konseling
5. Mengelola
dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan pasien,
keluarga staf dan pembuat kebijakan
6. Memberikan
pedoman pelayanan kesehatan(Sukma,
2012).
2.1.6
Sejarah
Perkembangan Keperawatan Jiwa di Indonesia
a.
Zaman Kolonial
Sebelum ada Rumah Sakit Jiwa, pasien ditampung di Rumah Sakit Umum dan yang ditampung hanyalah yang mengalami gangguan jiwa berat.
Sebelum ada Rumah Sakit Jiwa, pasien ditampung di Rumah Sakit Umum dan yang ditampung hanyalah yang mengalami gangguan jiwa berat.
b.
Pada tahun 1862,
berdasarkan hasil sensus bahwapenderita ganguan jiwa di Pulau Jawa & Madura mencapai 600 orang, dan 200 penderita didaerah
lain.
- 1882 : RSJ Bogor, pertama di Indonesia
- 1902 : RSJ Lawang
- 1923 : RSJ Magelang
- 1927 : RSJ Sabang
- 1902 : RSJ Lawang
- 1923 : RSJ Magelang
- 1927 : RSJ Sabang
c.
Sejak tahun 1910 mulai dicoba untuk menghindari Costodial care ( penjagaan
ketat) & restraints (pengikatan) terhadap penderita gangguan jiwa.
d.
Pada tahun 1930 dimulai
terapi kerja seperti menggarap lahan pertanian.
e.
Selama Perang Dunia II & pendudukan jepang, upaya kesehatan jiwa tidak berkembang.
f.
Periode proklamasi sudah mulai perkembangan baru.
g.
Pada bulan Oktober tahun 1947 pemerintah membentuk Jawatan Urusan Penyakit
Jiwa(belum bekerja dengan baik)
h.
Tahun 1950 pemerintah memperingatkan Jawatan Urusan Penyakit Jiwa untuk meningkatkan penyelenggaraan pelayanan, dibawah
Depkes.
i.
Tahun 1966
-
diberlakukannya PUPJ
Direktorat Kesehatan Jiwa
-
berlakunya UU Kesehatan
Jiwa No.3 thn 1966 ditetapkan oleh pemerintah
-
Adanya Badan Koordinasi
Rehabilitasi Penderita Penyakit Jiwa ( BKR-PPJ) dengan instansi diluar bidang kesehatan
j.
Tahun 1973, PPDGJ I yang diterbitkan tahun 1975 ada integrasi dengan puskesmas
k.
Sejak tahun 1970-an, pihak swastapun mulai memikirkan masalah kesehatan jiwa
l.
Ilmu kedokteran Jiwa berkembang
Yaitu dengan adanya sub spesialisasi seperti
kedokteran jiwa masyarakat, Psikiatri Klinik, kedokteran Jiwa Usila dan
Kedokteran Jiwa Kehakiman.
2.1.7
Tren dan Issue dalam
Keperawatan Jiwa
Trend
atau current issue dlm keperawatan jiwa adalah masalah2 yang sedang hangat
dibicarakan dan dianggap penting. Masalah tersebut dapat dianggap ancaman atau
tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan jiwa baik dalam tatanan
regional mapun global. Adapun tren dan issue tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kesehatan Jiwa Dimulai Masa Konsepsi
Banyak
penelitian yang menunjukkan adanya keterkaitan masa dalam kandungan dengan
kesehatan mental dan fisik seseorang dimasa yang akan datang.
2. Trend Peningkatan Masalah Kesehatan Jiwa
Masalah
kesehatan jiwa akan meningkat di era globalisasi, hal ini dikarenakan beban
hidup yang semakin berat. Klien gangguan jiwa tdk lagi didominasi kalangan
bawah tetapi kalangan mahasiswa, PNS, pegawai swasta dan kalangan profesional.
3. Kecenderungan Faktor Penyebab Gangguan Jiwa
Terjadinya
perang, konflik dan lilitan krisis ekonomi berkepanjangan merupakan salah satu
pemicu yang memunculkan stress, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa
lainnya.
4. Kecenderungan Situasi di Era Globalisasi
Perkembangan
IPTEK yg begitu cepat dan perdagangan bebas sebagai ciri globalisasi, akan
berdampak pada semua faktor termasuk kesehatan.Perawat dituntut mampu memberikan
askep yang profesional dan dapat mempertanggung jawabkan secara ilmiah. Perawat
dituntut senantiasa mengembangkan ilmu dan teknologi di bidang keperawatan
khususnya keperawatan jiwa.
5. Globalisasi dan Perubahan Orientasi
Sehat
Pengaruh
globalisasi terhadap perkembangan pelayanan kesehatan termasuk keperawatan
adalah tersedianya alternatif pelayanan dan persaingan penyelenggaraan
pelayanan (persaingan kualitas).
2.2 Keperawatan Gerontik
2.2.1 Pengertian
Gerontik
berasal dari gerontologo dan geriatrik. Gerontologi adalah cabang ilmu yang
membagas atau menangani tentang proses penuaan dan masalah yang timbul pada
orang yang berusia lanjut.
Geriantik
adalah berkaitan dengan penyakit atau kecacatan yang terjadi pada orang yang
berusia lanjut. Geriantik nursing: praktek keperawatan yang berkaitan dengan
proses penyakit penuaan dini. (Kozier, 1987 dalam Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006).
Keperawatan
gerontik adalah suatu pelayanan profesional yang berdasarkan ilmu dan kiat atau
tehnik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosial dan spiritual dan kultural
yang holistik yang ditujukan pada klien lanjut usia baik sehat maupun sakit
pada tingkat individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Ilmu yang
mempelajari tentang perawatan pada usia lanjut. (Kozier, 1987 dalam Wahit Iqbal
Mubarak dkk, 2006).
2.2.2 Pembagian Lansia
Depertemen Kesehatan RI
membagi lansia lansia sebagai berikut:
1.
Kelompok
menjelang usia lanjut( 45-54 th) sebagai masavibrilitas
2.
Kelompok
usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium
3.
Kelompok
usia lanjut( 65 th>) sebagai senium
Menurut
kesehatan dunia (WHO), lansia terbagi atas :
1.
Usia
pertengahan(middle age) adalah kelompok usia 45 sampai 59 tahun
2.
Usia
lanjut (elderly) antara 60- 74 tahun
3.
Usia
tua(old) antara 75-90 tahun
4.
Usia
sangat tua(very old) diatas 90 tahun
Menurut undang-undang No.
4 tahun 1965 pasal 1:
“seseorang dinyatakan
sebagai orang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55
tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain”.
2.2.3
Proses Penuaan dan Proses Perubahan yang Terjadi
Merupakan proses alamiah setelah
3 tahap kehidupan: masa anak, masa dewasa dan masa tua
§ Pertambahan usia
menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur dan fisiologis dari bagian
sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia.
§ menjadikan kemunduran
fisik maupun psikis.
§ Kemunduran fisik ditandai
dengan kulit mendur, rambut memutih, penurunan pendengaran, pengelihatan
memburuk, gerakan lambat dan kelainan pada fungsi organ fital.
§ Kemunduran psikis terjadi
peningkatan sensitivitas emisional, menurunnya gairah, bertambahnya minat
terhadap diri, berkurangnya minat terhadap penampilan, meningkatnya minat
terhadap material dan minat rekreasi tak berubah hanya orientasi dan subyek
yang berbeda(Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006).
2.2.4
Karakteristik Penyakit yang Dijumpai pada Lanjut Usia
a.
Penyakit
yang sering multiple: saling berhubungan satu sama lain.
b.
Penyakit
yang bersifat degeneratip:sering menimbulkan kecacatan.
c.
Gejala
yang tidak jelas:berkembang secara perlahan.
d.
Sering
bersama-sama dengan problem psikologis dan sosial.
e.
Lansia
sangat peka terhadap infeksi akut.
f.
Sering
terjadi penyakit yang bersifat iatrogenik(Wahit
Iqbal Mubarak dkk, 2006).
2.2.5
Lingkup Asuhan
Keperawatan Gerontik
Fenoma yang menjadi bidang garap
keperawatan gerontik adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia pada
lanjut usia sebagai akibat proses penuaan. Lingkup asuhan keperawatan gerontik
meliputi :
a. Pencegahan
ketidakmampuan akibat proses penuaan.
b. Perawatan
yang ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan akibat proses penuaan.
c. Pemulihan
ditujukan untuk upaya mengatasi keterbatasan akibat proses penuaan(Wahit Iqbal
Mubarak, dkk, 2006).
2.2.6
Peran dan Fungsi
Keperawatan Gerontik
Dalam prakteknya perawat dalam menangani
kasus gerontik melakukan peran dan fungsinya adalah sebagai berikut:
a. Sebagai
care giver atau pemberi asuhan
keperawatan secara langsung.
b. Sebagai
pendidik klien lanjut usia.
c. Sebagai
motivator klien lanjut usia.
d. Sebagai
advokasi klien.
e.
Sebagai
konselor atau pemberi konseling pada klien lanjut usia(Wahit Iqbal Mubarak dkk,
2006).
2.2.7
Tanggung Jawab Perawat Gerontik
Tanggung
jawab perawat gerontik adalah :
a.
Membantu
klien lansia memperoleh kesehatan secara optimal.
b.
Membantu
klien lansia memelihara kesehatannya.
c.
Membantu
klien lansia menerima kondisinya.
d.
Membantu
klien lansia menanggapi ajal dan diperlakukannya secara manusiawi sampai
meninggal(Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006).
2.2.8
Sifat Pelayanan
dan Model Pemberian Keperawatan Gerontik
1.
Sifat
pelayanan yang diberikan
(1)
Independen:
perawat melakukan perawatan pada klien lanjut usia secara mandiri.
(2)
Interdependen:
perawat melakukan perawatan pada klien lanjut usia dengan kerjasama dengan tim
kesehatan lain.
(3)
Humanistik:
melakukan perawatan pada klien lanjut usia dengan memandangnya sebagai makhluk
yang perlu untuk diberikan perawatan secara layak dan manusiawi.
(4)
Holestik:
klien lanjut usia adalah memiliki kebutuhan yang utuh baik bio-psiko-sosial dan
spiritual yang mempunyai karakteristik berbeda-beda antara lansia satu dengan
yang lain.
2.
Model
pemberian asuhan keperawatan
Model asuhan keperawatan
profesional yang diberikan adalah dalam bentuk model asuhan keperawatan dan
model manajerial(Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006).
2.2.9
Isu dan Kecenderungan
Masalah Kesehatan Gerontik
(1) Masalah
Kehidupan Sosial
Adanya
anggapan bahwa semua ketertarikan seks pada lansia telah hilang adalah mitos
atau kesalahpahaman (Parke, 1990 dalam Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006). Pada
kenyataannya hubungan seksual pada suami istri yang sudah menikah dapat
berlanjut sampai bertahun-tahun. Bahkan aktivitas ini dapat dilakukan pad saat
klien sakit atau mengalami ketidakmampuan, dengan cara berimajinasi atau
menyesuaikan diri dengan pasangan masing-masing.
(2) Perubahan
Perilaku
Pada
lansia sering dijumpai terjadi perubahan perilaku diantaranya : daya ingat
menurun, pelupa, sering menarik diri, ada kecenderungan penurunan merawat diri,
timbulnya kecemasan karena dirinya sudah tidak menarik lagi, lansia sering
menyebabkan sensitivitas emosional seseorang yang akhirnya menjadi sumber
banyak masalah.
(3) Pembatasan
Fisik
Lansia
mengalami kemunduran dalam bidang kemampuan fisik, hal itu mendorong
meningkatnya ketergantungan mereka untuk memerlukan bantuan orang lain.
(4) Palliative
care
Pemberian
obat pada lansia yang bersifat palliative care adalah unutk mengurangi rasa
sakit yang dirasakan lansia, tetapi efek samping obat-obatan tersebut
menyebabkan ketidaknyamanan pada lansia.
(5) Penggunaan
obat
Persoalan
yang dialami lansia dalam pengobatan adalah bingung, lemah ingatan, penglihatan
berkurang, tidak bisa memegang, dan kurang memahami pentingnya program tersebut
untuk dipatuhi dan dijalankan.
(6) Kesehatan
mental
Semakin lanjut usia
seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin berkurang dan dapat mengakibatkan
berkurangnya integrasi dengan lingkungannya.
(7) Hukum
dan etik dalam perawatan genotik
Berpedoman pada UUD
1945 pasal 27 dan pasal 34, sebagai perawat kesehatan masyarakat bertanggung
jawab dalam mencegah penganiayaan berupa penyia-nyiaan, penganiayaan yang
disengaja dan eksploitasi. Berkaitan dengan kode etik, yang harus diperhatikan
oleh perawat adalah :
1. Perawat
harus memberikan rasa hormat pada klien tanpa memperhatikan suku, ras,
golongan, pangkat, jabatan, status sosial, masalah kesehatan.
2. Menjaga
rahasia klien.
3. Melindungi
klien dari campurtangan pihak yang tidak kompeten, tidak etis, praktek illegal.
4. Perawat
berhak menerima jasa dari hasil konsultasi dan pekerjaannya.
5. Perawat
menjaga kompetensi keperawatan.
6. Perawat
memberikan pendapat dan menggunakannya.
(8) JPKM
lansia
Salah satu program
pokok perawatan kesehatan masyarakat yang ada di puskesmas, sasarannya adalah
keluarga yang didalamnya ada keluarga lansia. Salah satu strateginya adalah
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) (Wahit Iqbal Mubarak dkk,
2006).
2.3
Keperawatan Keluarga
2.3.1
Konsep Keluarga
Pengertian
keluarga menurut para ahli adalah sebagai berikut :
a) Duvall
Sekumpulan orang yang
dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan
menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan
fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota.
b) WHO,
1969
Keluarga adalah anggota
rumah tangga yang saling berhubungan melalui adopsi atau perkawinan.
c) Bergess,
1962
Yang dimaksud keluarga
adalah :
(1) Terdiri
dari kelompok orang yang mempunyai ikatan perkawinan, keturunan / hubungan
sedarah atau hasil adopsi.
(2) Anggota
tinggal bersama dalam satu rumah.
(3) Anggota
berinteraksi dan berkomunikasi dalam peran sosial.
(4) Mempunyai
kebiasaan/kebudayaan yang berasal dari masyarakat tetapi mempunyai keunikan
tersendiri.
d) Helvie,
1981
Keluarga adalah
sekelompok manusia yang tinggal dalam satu rumah tangga dalm kedekatan yang
konsisten dan hubungan yang erat.
e) Salvicion
G. Bailon dan Aracelis Maglaya, 1989
Keluarga adalah dua
atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan
perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing menciptakan
serta mempertahankan kebudayaan.
f) Departemen
kesehatan R.I. 1998
Keluarga adalah unit
terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa
orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalm
keadaan saling ketergantungan.
Dari berbagai pngertian di atas dapat
disimpulkan bahwa karakteristik keluaga adalah :
1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang
diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
2. Anggota
keluarga hidup bersama.
3. Anggota
keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masingnya punya peran sosial:
suami, isteri, anak, akkak, adik.
4. Mempunyai
tujuan menciptakan dan mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan
fisik, psikologis dan sosial anggota(Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006).
2.3.2 Struktur Keluarga
1. Macam
Struktur keluarga
terdiri dari bermacam-macam, antara lain :
a. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah
yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dan disusun
melalui jalur garis ayah.
b. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah
yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dan disusun
melalui jalur garis ibu.
c. Matrilokal
Adalah sepasang suami
isteri yang tinggal bersama keluarga sedarah isteri.
d. Patrilokal
Adalah sepasang suami
isteri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
e. Keluarga
kawinan
Adalah hubungan suami
isteri sebagai dasra bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang
menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami isteri. (Nasrul
Effendy, 1998 dalam Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006).
2. Ciri-ciri
Struktur Keluarga
a. Terorganisasi
b. Ada
keterbatasan
c. Ada
perbedaan dan kekhususan
2.3.3
Type Keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan
kesehatan berasal dari berbagai macam pola kehidupan, maka perawat perlu
memahami dan mengetahui berbagai tipe keluarga.
1. Tradisional
Nuclear
Kaluarga inti yang
terdiri dari: ayah, ibu dan anak yang tinggal dalam satu rumah dan ditetapkan
dengan sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan.
2. Extended
Family
Adalah keluarga inti
ditambah dengan sanak saudara, misalnya: nenek, kakek, keponakan, saudara
sepupu, paman dan bibi.
3. Reconstituted
Nuclear
Pembentukan baru dari
keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam satu rumah
bersama anak-anaknya dari perkawinan lama maupun perkawinan baru.
4. Niddle
Age /Aging Couple
Suami sebagai pencari
uang, istri di rumah atau kedua-duanya bekerja di rumah, anak-anak sudah
meninggalkan rumah karena sekolah/perkawinan/meniti karier.
5. Dyadic
Nuclear
Suami istri yang sudah
berumur dan tidak punya anak, kedua/salah satu bekerja di luar rumah.
6. Single
Parent
Satu orang tua akibat
perceraian/kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah/di luar
rumah.
7. Dual
Carrier
Suami istri atau
keduanya orang karier dan tanpa anak
8. Commuter
Married
Suami istri/keduanya
orang karier dn tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari
pada waktu-waktu tertentu.
9. Single
Adult
Wanita atau pria dewasa
yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan unutk kawin.
10. Three
Generation
Tiga generasi atau
lebih tinggal dalam satu rumah.
11. Institusional
Anak-anak atau orang
dewasa tinggal dalam suatu panti-panti.
12. Comunal
Satu rumah terdiri dari
dua/lebih pasangan yang monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam
penyediaan fasilitas
13. Group
Marriage
Satu perumahan terdiri
dari orang tua dan keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga dan tiap
individu adalah kawin dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari
ana-anak.
14. Unmaried
parent and child
Ibu dan anak dimana
perkawinan tidak dujehendaki, anaknya diadopsi
15. Cohibing
couple
Dua orang/satu pasangan
yang tinggal bersama tanpa kawin.
Secara umum di
Indonesia dikenal dengan type keluarga
e. Tipe
keluarga tradisional:
·
keluarga inti
·
extended family
lebih dari satu
keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah, ayah dan ibu yang tidak ada
ikatan perkawinan dan anak hidup bersama dalam satu rumah tangga dan
homoseksual yaitu dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu rumah
tangga.
·
single parent, keluarga
usila
·
single adult.
f. Tipe
keluarga non tradisional
2.3.4
Peran Keluarga dan
Peran Perawat Keluarga
(1) Teori
dan defenisi peran
(a) Peran
·
Peran adalah
seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang
sesuai kedududkannya dalam suatu sistem(Kozier, Barbara, 1995:21). Dipengaruhi
oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil.
·
Peran adalah Bentuk
dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu.
Maksudnya adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik.
(b) Peran
Keluarga
1. Peran
Formal Keluarga
(Murray
& Zentner, 1975, 1985). Nye dan Gecas, 1976 mengidentifikasi 6 peran dasar
yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu :
a. Peran
sebagai provider atau penyedia.
b. Sebagai
pengatur rumah tangga.
c. Perawatan
anak.
d. Sosialisasi
anak.
e. Rekreasi.
f. Persaudaraan
(kinship) (memelihara hubungan keluarga paternal dan maternal)
g. Peran
terapeutik ( memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan).
h. Peran
seksual.
2. Peran
Informal Keluarga
Beberapa contoh peran-peran informal
yang bersifat adaptif dan yang merusak kesejahteraan keluarga antara lain :
a. Pendorong
b. Pengharmonis
c. Insiator-kontributor
Mengemukakan dan
mengajukan ide-ide baru atau cara mengingat masalah-masalah atau tujuan
kelompok
d. Pendamai
e. Penghalang
f. Dominator
Cenderung memaksakan
kekuasaan atau superioritas dengan memanipulasi anggota kelompok tertentu dan
membanggakan kekuasaaannya.
g. Penyalah
h. Pengikut
i.
Pencari nafkah
j.
Martir
Tidak menginginkan apa
saja untuk dirinya, ia hanya berkorban untuk anggota keluarga
k. Keras
hati
l.
Sahabat
m. Kambing
hitam keluarga
n. Penghibur
o. Perawat
keluarga
p. Pioner
keluarga
Yaitu membawa keluarga
pindah ke suatu wilayah asing, dan dalam pengalaman baru
q. Koordinator
keluarga
Mengkoordinasi dan
merencanakan kegiatan-kegiatan keluarga
r.
Distraktor dan orang
yang tidak relevan
Distraktor bersifat
tidak relevan, dengan menunjukkan perilaku yang menarik perhatian, ia membantu
keluarga menghindari atau melupakan persoalan-persoalan yang menyedihkan dan
sulit
s. Penghubung
keluarga
t.
Saksi
Saksi hanya mengamati,
tidak melibatkan dirinya
(c) Peran
Perawat Keluarga
Peran perawat dalam
melakukan perawatan kesehatan keluarga adalah :
a. Educator
Perawat
kesehatan keluarga harus mampu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga
agar keluarga dapat melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara mandiri
dan bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarga.
b. Koordinator
Koordinasi
merupakan salah satu peran utama perawat yang bekerja dengan keluarga. Klien
yang pulang dari rumah sakit memerluakn perawatan lanjutan di rumah, maka perlu
koordinasi lanjutan asuhan keperawatan di rumah.
c. Pelaksana
perawatan dan pengawasan perawatan langsung
Perawat melakukan perawatan langsung
atau demonstrasi asuhan yang disaksikan oleh keluarga dengan harapan keluarga
mampu melakukan perawatan di rumah, perawat dapat mendemonstrasikan dan
mengawasi keluarga melakukan peran langsung selama di rumah sakit atau di rumah
oleh perawat kesehatan masyarakat.
d. Pengawas
kesehatan
Perawat mempunyai tugas melakukan home
visit yang teratur untuk mengidentifikasi atau melakukan pengkajian tentang
kesehatan keuarga.
e. Konsultan
atau penasehat
Perawat sebagai narasumber bagi keluarga
didalam mengatasai masalah kesehatan. Hubungan perawat-keluarga hasus dibina
dengan baik, perawat bersikap terbukadan dapat dipercaya, dengan demikian
keluarga mau meminta nasehat kepada perawat tentang masalah pribadi. Pada
situasi ini perawat sangat dipercaya sebagai narasumber dalam mengatasi masalah
kesehatan keluarga.
f. Kolaborasi
Perawat harus bekerja sama dengan
pelayanan rumah sakit atau anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap
kesehatan keluarga yang optimal.
g. Advokasi
Perawat seringkali tidak mendapatkan
pelayanan yang sesuai di masyarakat, kadang kala keluarga tidak menyadari
mereka telah dirugikan, sebagai advokat klien perawat berkewajiban melindungi
hak keluarga, misalnya keluarga dengan sosial ekonomi lemah sehingga keluarga tidak
mampu memenuhi kebutuhannya, perawat juga dapat membantu keuarga mencari
bantuan yang mungkin dapat memenih kebutuhan keluarga.
h. Fasilitator
Perawat membantu keluarga menghadapi
kendala untuk meningkatkan derajat kesehatannya. Keluarga sering tidak dapat
menjangkau pelayanan kesehatan karena berbagai kendala yang ada. Kendala yang
sering dialami keluarga adalah keraguan dalam menggunakan pelayanan kesehatan,
masalah ekonomi, dan masalah sosial budaya. Agar dapat melaksanakan peran
fasilitator yang baik maka perawat komunitas harus mengetahui sistem pelayanan
kesehatan misalnya sistem rujukan dan dana sehat.
i.
Penemu kasus
Mengidentifikasi masalah kesehatan
sevara dini, sehingga tidak terjadi ledakan penyakit atau wabah.
j.
Modifikasi lingkungan
Dapat memodifikasi lingkungan baik lingkungan rumah maupun masyarakat
agar tercipta lingkungan yang sehat
2.3.5
Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua
individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau
pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama
lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan
suatu kebudayaan. (Salvicion G. Bailon & Aracelis Maglaya, 1989 dalam Wahit
Iqbal Mubarak dkk, 2006).
Alasan keluarga sebagai unit pelayanan
perawat menurut Freeman, 1981 adalah keluarga sebagai unit utama dari
masyarakat dan merupakan lembaga yang menyangkut kehidupan masyarakat, keluarga
sebagai kelompok dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki
masalah-masalah kesehatan dalam kelompoknya sendiri, masalah kesehatan dalam
keluarga saling berkaitan , penyakit pada salah satu anggota keluarga akan
mempengaruhi seluruh keluarga tersebut, keluarga merupakan perantara yang
efektif dan mudah untuk berbagai usaha-usaha kesehatan masyarakat, perawat
dapat menjangkau masyarakat hanya
melalui keluarga. Dalam memelihara
pasien sebagai individu, keluarga tetap berperan dalam pengambilan keputusan
dalam pemeliharaannya, keluarga merupakan lingkungan yang serasi untuk
mengembangkan potensi tiap individu dalam keluarga. Sedangkan tujuan perawatan
kesehatan keluarga adalah memungkinkan keluarga untuk mengelola masalah
kesehatan dan mempertahankan fungsi keluarga dan melindungi serta memperkuat
pelayanan masyarakat tentang perawatan kesehatan(Wahit Iqbal Mubarak dkk,
2006).
2.3.6
Tanggung Jawab Perawat
dalam Asuhan Keperawatan Keluarga
Perawat yang melakukan pelayanan keperawatan
di rumah mempunyai tanggung jawab sebagai berikut :
1. Memberikan
pelayanan secara langsung
2. Dokumentasi
3. Koordinasi
antara pelayanan dengan manajemen kasus
4. Menentukan
frekuensi dan lama perawatan
5. Advocacy/tanggung
jawab sebagai penasehat
2.3.7
Tahapan Pelaksanaan
Keperawatan Keluarga
1. Menstimulasi
kesadaran atau penerimaan keluarga terhadap masalah
2. Menstimulasi
keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat
3. Memberikan
kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit
4. Membantu
keluarga untuk menemukan cara bagaiman membuat lingkungan menjadi sehat
5. Memotivasi
keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada
2.3.8
Lingkup praktek
keperawatan keluarga
1. Pelayanan
kesehatan rumah(home health nursing)
Yaitu
merupakan pelayanan kesehatan yang dilakukan du rumah pasien (Lerman & Eric
B.L, 1993 dalam Wahit Iqbal Mubarak, 2006).
Tujuan pelayanan
kesehatan rumah:
a. Meningkatkan
keadekuatan dan keefektifan perawatan pada anggota keluarga dengan masalah
kesehatan dan kecacatan.
b. Meningkatkan
support sistem yang adekuat dan efektif serta mendorong digunakannya pelayanan
kesehatan.
c. Mendorong
pertumbuhan dan perkembangan yang normal dari seluruh anggota keluarga dan
kleuarga serta memberikan pendidikan kesehatan dan tindakan pencegahan.
d. Menguatkan
fungsi keluarga dan kedekatan antar keluarga.
e. Meningkatkan
kesehatan lingkungan. (Smith, 1995 dalam Wahit Iqbal Mubarak, 2006)
2. Asuhan
keperawatan keluarga(Public Goods)
Adalah
asuhan keperawatan keluarga dalam konteks public goods adalah kewajiban yang
harus dipenuhi oleh seorang perawat komunitas yang bekerja pada institusi
pemerintah (Puskesmas) untuk menanggulangi masalah kesehatan masyarakat melalui
pembinaan keluarga. Sasaran pembinaan asuhan keperawatan adalah keluarga rawan
atau yang mempunyai resiko tinggi yang ada di wilayah kerjanya.
2.3.9
Tren dan Issue dalam
Keperawatan Keluarga

1. SDM belum dapat menjawab tantangan
global dan belum ada perawat keluarga.
2. Penghargaan yang rendah.
3. Bersikap pasif
4. Biaya pelayanan kesehatan
rawat inap mahal.
5. Pengetahuan dan keterampilan perawat
masih rendah.
6. Rendahnya minat perawat untuk
bekerja dengan keluarga akibat system yang belum berkembang.
7. Keperawatan keluarga/ komunitas
dianggap tidak menantang.
8. Geografis luas namun tidak ditunjang
dengan fasilitas.
9. Model pelayanan belum
mendukung peranan aktif semua profesi.
Dari segi pendidikan adalah sebagai
berikut :
1. Lahan praktik terbatas; pendirian
pendidikan keperawatan cenderung “mudah”.
2. Penelitian terkait pengembangan dan
uji model masih terbatas.
3. Sarana dan prasarana pendidikan
sangat terbatas.
4. Jumlah rasio pengajar dengan jumlah mahasiswa
belum seimbang.
5. Keterlibatan berbagai profesi selama
pendidikan kurang.
Dari segi profesi adalah sebagai
berikut:
1. Standar kompetensi belum
disosialisasikan.
2. Belum ada model pelayanan yang dapat
menjadi acuan.
3. Kompetensi berbagai jenjang
pendidikan tidak berbatas.
4. Mekanisme akreditasi belum berjalan
dengan baik.
5. Peranan profesi di masa depan
dituntut lebih banyak.
6. Perlu pengawalan dan pelaksanaan
undang-undang praktik keperawatan.
2.4 Keperawatan komunitas
2.4.1
Definisi
Komunitas dan Keperawatan Komunitas
Para ahli mendefinisikan komunitas dari berbagai sudut
pandang sebagaimana berikut :
a.
WHO, 1974 :
komunitas sebagai kelompok sosial yang ditentukan oleh batas-batas wilayah,
nilai-nilai keyakinan dan minat yang sama serta adanya saling mengenal dan berinteraksi antar anggota masyarakat
yang satu dan yang lainnya.
b.
Spradley (1985)
mendefinisikan komunitas : sebagai sekumpulan orang yang saling bertukar
pengalaman penting dalam hidupnya.
c.
Koentjaraningrat
(1990) mendefinisikan komunitas adalah : sebagai suatu kesatuan hidup manusia,
yang menempati suatu wilayah nyata dan yang berinteraksi menurut suatu system
adat istiadat serta terikat oleh suatu rasa identitas suatu komunitas.
d.
Sounders (1991)
mendefinisikan komunitas: sebagai tempat atau kumpulan orang-orang atau system
sosial.
Sedangkan definisi keperawatan komunitas menurut
beberapa pandangan:
a.
American Nurses
Assocation (1973) : suatu sintesa dari praktek keperawatan dan praktek
kesehatan masyarakat yang diterapkan untuk meningkatkan dan memelihara
kesehatan penduduk.
b.
WHO (1974) :
mencakup perawtan kesehatan keluarga dan juga meliputi kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat luas, membantu masyarakat mengidentifikasi masalah
kesehatan sendiri serta memecahkan
masalah kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada pada mereka sebelum
mereka meminta bantuan pada orang lain.
c.
Ruth B. Freeman
(1981) keperawatan komunitas adalah kesatuan yang unik dari praktek keperawatan
dan kesehatan masyarakat yang ditujukan pada pengembangan dan peningkatan
kemampuan kesehatan baik diri sendiri sebagai perorangan maupun secara kolektif
sebagai keluarga, kelompok khusus atau masyarakat dan pelayanan tersebut
mencakup spectrum pelayanan kesehatan untuk masyarakat.
d.
Departemen
kesehatan R.I (1986) : keperawatan kesehatan masyarakat adalah suatu upaya
pelayanan keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
yang dilaksanakan oleh perawat dengan mengikutsertakan tim kesehatan lainnyadan
masyarakat untuk memperoleh tingkat kesehatan yang lebuh tinggi dari individu,
keluarga dan masyarakat.
2.4.2
Tujuan, Sasaran
dan Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas
Tujuan Keperawatan Komunitas adalah unutk pencegahan
dan peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya :
a.
Pelayanan
keperawatan secara langsung terhadap individu, keluarga dan kelompok dalam
konteks komunitas.
b.
Perhatian
langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat dan mempertimbangkan bagaimana
masalah atau isu kesehatan masyarakat.
Sasaran
keperawatan komunitas adalah sebagai berikut:
a.
Individu
Peran
perawat di sini adalah membantu individu agar dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
karena adanya kelemahan fisik dan mental yang dialami, keterbatasan
pengetahuannya dan kurangnya kemauan menuju kemanduruan.
b.
Keluarga
Keluarga
merupakan perantara yang efektif dalam berbagai usaha-usaha kesehatan
masyarakat.
c.
Kelompok khusus
Adalah
sekumpulan individu yang mempunyai kesamaan jenis kelamin, umur, permasalahan,
kegiatan yang terorganisasi yang sangat rawan terhadap masalah kesehatan seperti:
ibu hamil, bayi baru lahir, anak balita, anak usia sekolah dan usia lansia,
kasus penyakit (kelamin, TBC, AIDs dan kusta).
2.4.3
Prinsip Keperawatan Komunitas
Yang harus menjadi prinsip dalam melaksanakan
keperawatan komunitas haruslah mempertimbangkan:
1)
Kemanfaatan
Intervensi
atau pelaksanaan yang dilakukan harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
komunitas artinya ada keseimbangan antara manfaat dan kerugian.
2)
Autonomi
Yaitu
adanya kebebasan untuk melakukan atau memilih alternative yang terbaik yang
disediakan untuk komunitas.
3)
Keadilan
Melakukan
upaya atau tindakan sesuai dengan kemampuan atau kapasitas komunitas.
2.4.4
Falsafah
Keperawatan Komunitas
Falsafah yang melandasi keperawatan komunitas mengacu
pada Falsafah atau Paradigma Keperawatan secara umum yaitu: manusia yang
merupakan titik sentral dari setiap upaya pembangunan kesehatan yang menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan bertolak dari pandangan ini disusunlah
paradigm keperawatan komunitas yang terdiri dari empat komponen dasar yaitu : (1)
Manusia, (2) Kesehatan, (3) Lingkungan
dan (4) Keperawatan.
2.4.5
Sejarah
Perkembangan Keperawatan Komunitas
Perkembangan keperawatan kesehatan masyarakat tidak
terlepas dari tokoh metologi Yunani yaitu : Ascleipius dan Higeia. Berdasarkan
mitos Yunani bahwa Ascleipius adalah seorang dokter yang tampan dan pandai
meskipun tidak disebutkan sekolah atau pendidikan apa yang ditempuhnya,
berdasarkan mitos orang Yunani bahwa dia dapat mengobati penyakit dan melakukan
bedah.Hegeia adalah asisten Asclepius dan juga merupakan istrinya, dia juga
telah melakukan upaya-upaya kesehatan. Perbedaannya beliau lebih menekankan pada cara pendekatan atau penanganan masalah
kesehatan (Wahit Iqbal Mubarak, 2005).
Tabel 2.4.5 Perbedaan penanganan masalah
kesehatan antara Asclepius dan
Hegeia
No
|
Menurut
|
Cara Penanganan Masalah Kesehatan Masyarakat
|
1.
|
Asclepius
|
Dilakukan setelah penyakit tersebut terjadi pada seseorang
|
2.
|
Hegeia
|
(a)
Penangan
masalah melalui hidup seimbang
(b)
Menghindari
makanan atau minuman beracun
(c)
Makan-makanan
yang bergizi (cukup)
(d)
Olahraga
|
2.4.6
Tren dan Issue dalam Keperawatan komunitas
Definisi
dan filosofi terkini dari keperawatan memperlihatkan tren holistic dalam
keperawatan yang ditunjukkan pada manusia secara keseluruhan dalam segala
dimensi, dalam sehat dan sakit, dan dalam interaksinya dengan keluarga dan
komunitas. Tren dalam pendidikan keperawatan adalah berkembangnya jumlah
peserta didik keperawatan yang menerima pendidikan keperawatan bagi peserta
didik di tingkat DIII Keperawatan, S1 Keperawatan/Kesehatan Masyarakat sampai
dengan tingkat S2 Keperawatan/Kesehatan. Tren praktek keperawatan meliputi
berkembangnya berbagai tempat praktik sehingga perawat memiliki kemandirian
yang lebih besar. Perawat secara terus menerus
meningkatkan otonomi dan penghargaan sebagai anggota dari tim asuhan
keperawatan. Aktifitas dari organisasi keperawatan professional menggambarkan
tren dalam pendidikan dan praktek keperawatan. Tren lain yang sedang
dibicarakan adalah: (1) pengaruh politik terhadap keperawatan professional dan
(2) pengaruh perawat dalam peraturan dan praktik keperawatan(Wahit Iqbal
Mubarak dkk, 2006).
(1) Pengaruh politik terhadap keperawatan professional
Keterlibatan
perawat dalam politik terbatas, walaupun secara individu ada beberapa nama
seperti : F.Nightingale, Lilian Wald, Margaret Sanger dan Lavinia Dock telah
mempengaruhi dalm pembuatan keputusan di berbagai bidang seperti : masalah
sanitasi, pemenuhan kebutuhan nutrisi, masalah KB, perawat kurang dihargai
sebagai kelompok (Hall-Long, 1995 dalam Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006).
Perawat
dahulu merasa tidak nyaman dengan politik karena mayoritas perawata adalah
wanita dan politik merupakan dominasi laki-laki. Keterlibatan perawat dalam
politik mendapatkan perhatian yang lebih besar dalam kurikulum keperawatan,
organisasi professionalan tempat perawatn kesehatan.(Stanhope dan Talbott,
1985, Mason, 1990 dalam Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006). Keterlibatan perawat
dalam politik mendapat perhatian yang lebih besar dalam kurikulum keperawatan,
organisasi professional dan tempat perawatan kesehatan (Stanhope dan Belcher,
1993 dalam Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006).
(2) Pengaruh perawat dalam peraturan dan praktik
keperawatan
Aktifitas
dan komitmen politik merupakan bagian dari profesionalisme dan politik
merupakan aspek yang penting dalam memberikan perawatan kesehatan(Wahit Iqbal
Mubarak dkk, 2006).
Walaupun
perawat telah mencegah terjadinya pelanggaran pada aturan profesi, keperawatan
di masa mendatang menuntut perawat baik secara individu maupun kelompok untuk
mendapatkan lebih banyak lagi pengaruh pada kebijakan asuhan kesehatan yang
mempengaruhi praktik keperawatan(Perry & Potter, 2005 dalam Wahit Iqbal
Mubarak dkk, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Mubarak, W. I, Santoso,
B. A, Rozikoi, K, Patonah, S. (2006). Ilmu keperawatan komunitas 2. Jakarta :
Sagung Seto.
Mubarak, W. I . (2005)
Pengantar keperawatan komunitas 1. Jakarta : Sagung Seto.
Suliswati, Payopo T. A,
Maruhawa, J, Sianturi, Y, Sumijatun. (2005). Konsep keperawatan kesehatan jiwa.
Jakarta : EGC.
Widyawati, S.N. (2012).
Konsep dasar keperawatan. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar